REKAYASA MANUFAKTURTEKNOLOGI

Prinsip Dasar Design for Manufacturing & Assembly

Dalam dunia manufaktur dan pengembangan produk, konsep Design for Manufacturing and Assembly (DFMA) adalah pendekatan yang sangat relevan. Pendekatan ini menjadi penting dalam industri. DFMA merupakan strategi perancangan yang bertujuan untuk mengoptimalkan proses manufaktur dan perakitan produk dengan mengedepankan kemudahan, efisiensi, dan pengurangan biaya. Artikel ini akan membahas secara komprehensif prinsip dasar DFMA.

Artikel ini juga akan menjelaskan bagaimana penerapannya dapat membantu perusahaan. Penerapan DFMA dapat membantu mencapai tujuan produktivitas, kualitas, dan daya saing yang lebih tinggi. Langkah-langkah, komponen utama, serta potensi tantangan dalam mengimplementasikan DFMA juga akan dijelaskan dalam artikel ini. Dengan memahami dan menerapkan konsep DFMA dengan tepat, kita dapat menghasilkan produk yang lebih baik, efisien, dan kompetitif di pasar.

DFMA, singkatan dari Design for Manufacturing and Assembly, adalah pendekatan dalam perancangan produk. Pendekatan ini bertujuan untuk memastikan kemudahan dalam proses manufaktur dan perakitan. Selain itu, pendekatan ini juga bertujuan untuk mengurangi biaya produksi secara keseluruhan. DFMA terdiri dari dua komponen utama, yaitu Design for Manufacturing (DFM) dan Design for Assembly (DFA).

DFM berfokus pada pemilihan proses manufaktur yang efisien, pemilihan material yang tepat, serta mempertimbangkan standar dan regulasi produk. Tujuan utamanya adalah mengoptimalkan proses produksi dan menghindari masalah yang mungkin timbul selama manufaktur.

Sementara itu, DFA berfokus pada perancangan produk agar mudah diakses, dipasang, dan memiliki jumlah komponen yang minimal. Hal ini bertujuan untuk mengurangi waktu dan biaya perakitan serta meningkatkan efisiensi proses. DFMA juga melibatkan kolaborasi erat antara tim desain, manufaktur, dan departemen terkait lainnya untuk mencapai hasil yang optimal.

A. Design For Manufacturing

Design for Manufacturing adalah perancangan produk berdasarkan kemampuan manufaktur. Ini melibatkan kemudahan produksi, minimalisasi biaya, dan mempercepat time-to-market. Semua ini dilakukan sambil menjaga level kualitas. Manufakturabilitas adalah kemudahan dalam memproduksi produk. Ini meliputi kemudahan dalam mendesain produk, mempersiapkan peralatan (tooling) dan bahan baku. Manufakturabilitas juga mencakup penyediaan tenaga kerja. Tujuan dari design for Manufacturing adalah untuk mengurangi biaya produksi secara keseluruhan seperti biaya komponen, perakitan dan overhead.

Prinsip dasar Design for Manufacturing

1. Standarisasi Proses

Proses pembuatan part atau produk menentukan harga keseluruhan produk. Pemilihan proses yang tepat dan sesuai akan membantu meminimalkan biaya produksi. Designer harus menentukan proses apa yang akan digunakan saat membuat part atau produk. Hal ini memastikan bahwa perancangan produk mengikuti pedoman-pedoman untuk proses tertentu.

Sebagai contoh ketika membuat part plastik maka designer dapat memilih proses dengan menggunakan injection atau thermalforming. Proses injection tentu berbeda dengan proses thermalforming sehingga sangat penting untuk memilih dan mengikuti pedoman-pedoman proses sejak tahap desain.

Standarisasi proses merupakan langkah-langkah meningkatkan kinerja operasional dan pengurangan biaya dengan melakukan penurunan kesalahan proses dan optimalisasi sumberdaya yang ada. Standarisasi proses dapat berdampak pada peningkatan kinerja proses. Hal ini memungkinkan pengurangan biaya proses. Standarisasi juga mengurangi waktu proses dan meningkatkan pengukuran proses.

Kualitas proses pun akan meningkat. Semakin banyak proses yang terstandarisasi, semakin rendah kemungkinan kesalahan. Ini disebabkan oleh proses yang pada akhirnya meningkatkan kualitas produk secara keseluruhan.
Keuntungan yang dapat diperoleh dari upaya standarisasi proses antara lain:

  • Pengurangan waktu: proses produksi lebih cepat sehingga time-to-market jadi lebih singkat
  • Pengurangan biaya: standarisasi proses produksi dapat mengurangi biaya produksi sekitar 20 %
  • Peningkatan kualitas: standarisasi proses dapat mengurangi secara signifikan jumlah kesalahan produksi sehingga dapat meningkatkan kualitas produk.
  • Flexibilitas: standarisasi proses dapat meningkatkan kemampuan untuk bereaksi terhadap perubahan pasar dan tren secara signifikan.
Bagaimana cara melakukan standarisasi proses?
  • Identifikasi proses kritikal. Tidak mudah untuk mengidentifikasi semua proses. Standarisasi proses dapat dimulai dengan mengidentifikasi hal yang paling penting dalam pembuatan produk. Tentukan proses manufaktur yang paling penting dan berdampak besar pada biaya dan kualitas produk.
  • Buat prosedur operasi standard (Standard Operating Procedure, SOP). Pembuatan standard acuan proses akan membantu dalam standarisasi proses. Prosedur operasional standard harus mencakup tujuan dari pembuatan prosedur. Ini termasuk urutan langkah dalam proses. Aktivitas yang harus dilakukan dan indikator dari proses juga harus dimasukkan. Buat panduan rinci mengenai cara melakukan proses produksi, termasuk urutan langkah-langkah, parameter, dan indikator kualitas yang harus diukur.
  • Kurangi proses manual.Proses manual cenderung berkontribusi besar dalam kesalahan proses. Pada proses manual sangat sulit untuk mendapatkan hasil yang konsisten. Pada proses yang monoton dan terus-menerus maka perlu menerapkan otomatisasi proses. Melakukan otomatisasi akan mempercepat proses dan dapat memperoleh hasil yang lebih konsisten.

2. Standarisasi Material

Material yang digunakan akan sangat menentukan kualitas dan harga dari produk. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan material antara lain:

  • Apakah material tersedia dengan konfigurasi yang standard (bentuk, ukuran, tebal) ?
  • Sesuaikah material yang digunakan dengan proses yang diinginkan ?
  • Apakah material tersedia atau dapat diperoleh dengan mudah ?
  • Apakah material yang digunakan untuk kebutuhan fungsional?

Pemilihan material juga perlu memperhatikan sifat dari bahan yang akan digunakan. Beberapa sifat material yang perlu dipertimbangkan dalam DFM meliputi:

  • Mekanik – Seberapa kuat bahan yang dibutuhkan?
  • Optik – Apakah bahannya reflektif atau transparan?
  • Termal – Seberapa tahan panas yang dibutuhkan?
  • Warna – Warna apa yang dibutuhkan bagian itu?
  • Listrik – Apakah bahan perlu bertindak sebagai dielektrik (bertindak sebagai isolator daripada konduktor)?
  • Flammability – Seberapa tahan api/bakar yang dibutuhkan material?

Pemilihan material yang tepat sangat penting dalam DFM. Beberapa langkah yang perlu diperhatikan dalam pemilihan material meliputi:

  • Pilih material yang tersedia dalam bentuk dan ukuran standar untuk mengurangi potensi perubahan atau penyesuaian yang mahal pada tahap manufaktur.
  • Pertimbangkan kesesuaian material dengan proses manufaktur yang diinginkan. Material harus kompatibel dengan metode produksi yang akan digunakan.
  • Pastikan ketersediaan dan aksesibilitas material, agar tidak ada keterlambatan atau masalah pasokan.
  • Pertimbangkan karakteristik material yang relevan dengan aplikasi, seperti kekuatan mekanik, sifat termal, daya tahan terhadap lingkungan, dan lain sebagainya.

3. Kesesuaian Produk

Produk harus memenuhi standard yang ditentukan. Ini termasuk standar keamanan dan kualitas, standard pengujian, dan standard industri. Produk juga harus memenuhi standard yang disyaratkan oleh pihak ketiga (regulasi, customer, dan lain-lain). Memahami standard produk dari awal akan membantu dalam pembuatan produk yang dapat diterima di pasar.

Penting bagi produk untuk memenuhi standar dan regulasi yang berlaku. Beberapa langkah yang dapat diambil adalah:

  • Memahami dan menerapkan standar keamanan dan kualitas yang relevan dengan produk.
  • Pastikan produk lolos uji dan pengujian yang diperlukan sesuai dengan standar industri dan regulasi yang berlaku.
  • Jika produk memiliki sertifikasi atau persyaratan dari pihak ketiga, seperti pelanggan atau badan regulasi, pastikan produk memenuhi semua persyaratan ini. Mulailah sejak awal desain.

Dalam prakteknya, DFM melibatkan kolaborasi yang erat antara tim desain dan tim manufaktur. Departemen lainnya yang terlibat dalam proses produksi turut serta. Dengan mengikuti prinsip-prinsip dasar DFM, perusahaan dapat menghasilkan produk dengan biaya yang lebih rendah. Waktu produksi menjadi lebih cepat. Kualitasnya juga lebih baik. Dengan demikian, perusahaan dapat lebih kompetitif di pasar.

Proses Design for Manufacturing

Alur proses design for manufacturability

Berikut adalah alur proses Design for Manufacturing (DFM) yang dapat Anda ikuti:

1. Identifikasi Kriteria dan Tujuan

  • Definisikan kriteria kinerja dan tujuan yang ingin dicapai melalui DFM. Misalnya, pengurangan biaya produksi, peningkatan efisiensi, dan kualitas produk yang lebih baik.
  • Bentuk tim kolaboratif yang terdiri dari perwakilan dari berbagai departemen, termasuk desain, manufaktur, rekayasa, dan lain-lain.

2. Analisis Produk

  • Evaluasi desain produk saat ini dan identifikasi area-area yang mungkin memerlukan perbaikan dari segi manufaktur dan perakitan.
  • Analisis komponen dan part yang ada dan evaluasi potensi untuk mengurangi jumlah komponen yang tidak perlu.
  • Evaluasi dan pilih proses manufaktur yang sesuai untuk setiap komponen.
  • Evaluasi dan pilih proses manufaktur yang sesuai untuk setiap komponen.
  • Pertimbangkan pembagian produk menjadi modul yang lebih kecil untuk memfasilitasi perakitan dan fleksibilitas produksi.

3. Identifikasi Potensi Masalah

Identifikasi potensi masalah manufaktur yang mungkin timbul, seperti kompleksitas perakitan, sulitnya penggunaan alat, atau sulitnya akses.

4. Validasi Perubahan (Simulasi dan Prototipe)

Lakukan simulasi atau buat prototipe untuk memvalidasi perubahan desain yang diusulkan dan menganalisis kinerja manufaktur.

5. Evaluasi Biaya dan Manfaat

  • Hitung perkiraan biaya dan manfaat dari perubahan desain yang diusulkan.
  • Jika diperlukan, lakukan iterasi pada proses DFM untuk terus memperbaiki desain dan proses manufaktur.

6. Implementasi

  • Terapkan perubahan desain yang telah diusulkan ke dalam produk.
  • Monitor dan evaluasi hasil implementasi DFM untuk melihat apakah tujuan yang ditetapkan telah tercapai.
  • Dokumentasikan semua perubahan desain, proses, dan keputusan yang telah diambil selama proses DFM.
  • Lakukan pelatihan kepada tim manufaktur dan operator mengenai perubahan desain dan proses baru.
  • Jika diperlukan lakukan kembali proses DFM dari awal.

Dengan mengikuti alur proses DFM ini, Kita dapat mengoptimalkan desain produk. Ini memastikan kemudahan perakitan, efisiensi produksi, dan pengurangan biaya secara keseluruhan.

B. Design for Assembly

ide dasar desaign for assembly

Proses perakitan atau assembly merupakan salah satu proses dalam manufaktur yang berperan penting dalam menghasilkan sebuah produk. Pada proses perakitan, komponen atau bagian-bagian produk dirakit atau dipasang menjadi sebuah produk. Penyatuan bagian-bagian produk sering kali membutuhkan tenaga kerja dalam jumlah besar. Ini juga dapat menghabiskan biaya produksi, terutama jika metode perakitannya tidak sesuai. Biaya tinggi pada perakitan biasanya terjadi karena desain produk yang kurang tepat. Contohnya adalah jumlah komponen yang terlalu banyak atau membutuhkan banyak tools yang berbeda. Pemilihan metode perakitan harus dilakukan sejak sebuah produk mulai dirancang.

Design for assembly (DFA) merupakan proses perancangan produk dengan memperhatikan kemudahan dalam perakitan. Tujuan dari DFA adalah untuk memudahkan dalam proses desain produk dengan jumlah part yang minimal. Proses ini harus mudah dalam penanganan dan perakitan. Biayanya juga harus minimal.

Prinsip Dasar Design for Assembly

1. Sederhankan dan kurangi jumlah part

Dalam prinsip ini, fokus diberikan pada mengurangi jumlah komponen yang berkontribusi pada kompleksitas perakitan dan biaya produksi. Beberapa langkah yang dapat diambil adalah:

  • Standarisasi part: Identifikasi bagian-bagian yang dapat distandarisasi, seperti menggunakan komponen yang sama untuk berbagai aplikasi jika memungkinkan. Gunakan part umum yang tersedia di pasaran.
  • Hilangkan Part yang tidak perlu: Identifikasi dan hilangkan komponen yang tidak memberikan nilai tambah pada produk. Buang komponen yang tidak diperlukan oleh pelanggan.
  • Minimalkan penggunaan fastener: Penggunaan baut, mur, dan fastener lainnya harus diminimalkan. Jika fastener diperlukan, gunakan jenis dan ukuran yang sama untuk memudahkan perakitan. Jika harus menggunakan fasterner, pilih self-aligning fasterner untuk mempermudah perakitan.

2. Desain untuk kemudahan perakitan

Dalam prinsip ini, desain produk diatur sedemikian rupa agar memudahkan proses perakitan dan meminimalkan kesalahan. Beberapa langkah yang dapat diambil adalah:

  • Modular: Memecah produk menjadi sub-sistem yang lebih kecil (modul) yang dapat dirakit terpisah sebelum diintegrasikan ke dalam produk akhir. Bagi sistem menjadi sub-sistem yang lebih kecil (module). Pastikan sub-sistem dibuat secara terpisah dan dapat digunakan pada sistem yang lain. Lakukan perakitan secara terpisah/mandiri/pre-assembly untuk kemudian gabungkan dan gunakan pada sistem.
  • Stack Assembly: Perakitan dimulai dari bagian paling bawah dan komponen ditambahkan dari atas, menghindari perakitan yang memerlukan akses sulit. Minimalkan arah pemasangan pada proses perakitan.

3. Permudah pemasangan

Dalam prinsip ini, fokus diberikan pada meminimalkan re-orientasi dan penyesuaian yang diperlukan saat perakitan. Beberapa langkah yang dapat diambil adalah:

  • Minimalkan Re-orientasi: Pastikan bagian-bagian yang harus disatukan sudah dalam posisi yang benar dan dapat langsung cocok saat pemasangan. Part kritikal harus jelas, mudah terlihat dan langsung cocok saat pemasangan. Desain part non-kritikal agar cocok terpasang dari segala arah.
  • Minimalkan Adjustment: Gunakan komponen yang memiliki self-alignment dan self-locating. Pilih komponen yang sedikit atau tidak memerlukan pensenjaajan. Hindari kebutuhan penyesuaian yang rumit.
  • Sediakan kemudahan akses dan visibilitas: Pastikan part tidak perlu dipegang untuk mempertahankan posisinya dan hindari clearances yang terlalu kecil.

4. Permudah Penanganan

Dalam prinsip ini, fokus diberikan pada memudahkan penanganan dan manipulasi bagian-bagian produk selama perakitan. Beberapa langkah yang dapat diambil adalah:

  • Sesuaikan Dimensi: Desain bagian-bagian produk agar mudah dipegang dan ditangani oleh operator. Membuat part dengan ukuran yang besar akan menyulitkan operator dalam melakukan perakitan.
  • Minimalisasi Beban: Pertimbangkan berat dan ukuran komponen agar operator dapat menangani dengan nyaman dan tanpa risiko cedera. Part yang terlalu berat juga akan menyebabkan kelelahan pada operator dan memperlambat proses
  • Alat Bantu: Usahakan merancang part yang dapat penanganannya hanya membutuhkan satu operator. Namun, jika desain tidak memungkinkan maka perlu adanya alat bantu sehingga memudahkan operator untuk menangani part tersebut. Jika perlu, sediakan alat bantu atau fixture yang mempermudah operator dalam menangani komponen.

Dengan menerapkan prinsip-prinsip dasar DFA, perusahaan dapat mengurangi biaya perakitan, waktu produksi, dan risiko kesalahan manusia. Ini dapat menghasilkan produk yang lebih efisien dalam hal perakitan dan akhirnya membantu meningkatkan kepuasan pelanggan serta keuntungan perusahaan.

Prinsip dasar desaign for assembly

Gambar 2. Prinsip dasar desain untuk perakitan

Proses Design for Assembly

Setelah mengetahui prinsip dasar desain untuk perakitan, bagaimana cara kita menerapkanya?. Terdapat 7 langkah yang dapat digunakan pada proses DFA

1. Analisa Fungsional

  1. Tentukan persyaratan fungsional dari produk, identifikasi apa yang seharusnya dilakukan oleh produk
  2. Identifikasi komponen
    • Buat daftar komponen berdasarkan urutan perakitan
    • Beri dan catat nomor komponen
    • Komponen pertama adalah penting (komponen dasar)
    • Tentukan Komponen non-esensial
      • Fasterners
      • Spacer, Washer, O-ring
      • Connector, Leads
    • Jangan masukkan part cair seperti oli, lem, gasket sealant, dan lain-lain
  3. Identifikasi komponen yang dapat dibakukan
  4. d. Tentukan efisiensi jumlah komponen

2. Tentukan jumlah komponen yang praktis

  1. Lakukan penilaian terhadap perubahan yang praktis dan dapat dicapai. Pertimbangan kemungkinan desain yng dapat dicapai dengan mudah.
  2. Pertimbangkan timbal balik antara biaya komponen dan biaya perakitan. Lakaukan evaluasi hubungan antara biaya komponen dan baiaya perakitan.
  3. Minimalkan jumlah komponen
    • Identifikasi part yang tidak perlu
    • Hilangkan fasterner yang terpisah jika memungkinkan
    • Hilangkan fitur yang tidak bernilai bagi customer

3. Identifikasi peluang kualitas (mistake-proofing)

Identifikasi kemungkinan melakukan kesalahan dalam perakitan seperti :

  • tidak memasang part
  • merakit part yang salah
  • merakit part secara terbalik

4. Identifikasi peluang penanganan

Tentukan waktu yang dibutuhkan untuk menangani komponen (handling time) dengan kriteia kuantitaif sebagai berikut:

  1. Berdasarkan proses perakitan dan kompleksitas design
    • Membutuhkan berapa tangan ?
    • Apakah bantuan menggenggam diperlukan?
    • Apa efek bagian simetri pada perakitan?
    • Apakah komponen mudah untuk disejajarkan/diposisikan?
  2. Faktor kesulitan penanganan
    • Ukuran
    • Ketebalan
    • Berat
    • Rentan/Mudah Pecah
    • Flexibilitas
    • Kelicinan
    • kelengketan
    • Ketajaman
    • Keharusan menggunakan 1) dua tangan, 2) kaca pembesar, atau 3) asisten/alat bantu

5. Identifikasi peluang pemasangan

Evaluasi berapa waktu yang diperlukan untuk memasang komponen dengan aman. Tentukan waktu yang dibutuhkan untuk pemasangan komponen (insertion time) dengan kriteria kuantitaif berdasarkan tingkat kesulitan tiap pemasangan komponen sebagai berikut:

  • Apakah part langsung terpasang dengan aman?
  • Apakah diperlukan part lain untuk menahan posisi part?
  • Apa jenis proses pengencangan (fastening) yang digunakan ? mechanical, thermal, dll?
  • Apakah part mudah disejajarkan/diposisikan?

6. Identifikasi peluang untuk mengurangi operasi sekunder

Hilangkan re-orientasi: Upayakan agar pemasangan tidak memerlukan penyesuaian atau rotasi tambahan. Pertimbangkan kebutuhan pensejajaran/alignment dan pastikan part-part kritis jelas terlihat dan langsung cocok.

7. Analisa data untuk desain baru

Gunakan data yang telah dianalisis untuk merancang desain baru yang mengintegrasikan semua perubahan yang telah diidentifikasi.

C. Potensi Resistansi Terhadap Penerapan DFMA

Potensi yang mungkin muncul dalam penerapan Design for Manufacturing and Assembly (DFMA) antara lain:

Menghabiskan Banyak Waktu

Designer seringkali dihadapkan pada batas waktu yang ketat dalam menyelesaikan desain produk. Fokus utama mungkin pada menyelesaikan desain tepat waktu. Tidak ada cukup waktu untuk melakukan analisis dan perubahan yang diperlukan. Hal ini menghambat penerapan prinsip DFMA.

Kesadaran seluruh tim harus ditingkatkan. Ini termasuk manajemen, karena tahap awal desain memiliki dampak besar pada biaya. Dampak ini juga terjadi pada waktu manufaktur secara keseluruhan. Mengalokasikan waktu dan sumber daya yang cukup untuk analisis DFMA di tahap awal sangat penting. Ini dapat membantu menghindari penundaan dan masalah lebih lanjut di masa depan.

Resisten terhadap Hal Baru

Elemen resistensi terhadap perubahan dapat muncul ketika desainer dihadapkan pada teknik-teknik baru yang diusulkan untuk meningkatkan proses perakitan dan manufaktur. Upaya penerapan DFMA harus dimulai dengan mendapatkan dukungan dari desainer sendiri. Melibatkan desainer dalam diskusi dan keputusan mengenai implementasi DFMA sangat penting. Memberikan pelatihan dan pemahaman mengenai manfaatnya juga dapat membantu mengatasi resistensi terhadap perubahan.

Ugly Baby Syndrome

Memberikan umpan balik kritis terhadap desain yang ada seringkali dianggap sebagai kritik terhadap karya dan usaha seorang desainer. Ini mirip dengan mengkritik penampilan bayi seseorang. Keterlibatan desainer dalam analisis dan evaluasi desain dapat membantu meminimalkan perasaan negatif. Fokus pada tujuan meningkatkan efisiensi, kualitas, dan biaya produksi dapat membantu melepaskan persepsi bahwa kritik adalah penilaian terhadap desainer.

Keterbatasan Sumber Daya

Sumber daya yang cukup tidak selalu ada. Hal ini berlaku dalam hal waktu, tenaga kerja, dan anggaran. Tanpa sumber daya ini, sulit untuk melibatkan tim dalam analisis mendalam dan perubahan desain. Mengidentifikasi proyek-proyek kunci yang memerlukan perhatian khusus dalam hal DFMA dan mengalokasikan sumber daya yang sesuai. Dalam beberapa kasus, pendekatan gradual untuk menerapkan DFMA pada produk-produk yang lebih penting dapat lebih efektif. Ini lebih baik daripada mencoba menerapkan pada semua produk sekaligus.

Ketidakpahaman tentang Manfaat

Beberapa anggota tim mungkin belum sepenuhnya memahami manfaat nyata dari penerapan DFMA. Akibatnya, mereka mungkin tidak merasa termotivasi untuk berinvestasi dalam perubahan desain. Kita perlu memberikan edukasi yang lebih luas kepada tim. Tim harus memahami manfaat konkret dari DFMA. Manfaat ini termasuk pengurangan biaya produksi, peningkatan kualitas, dan efisiensi proses.

Perubahan Prioritas

Perubahan prioritas proyek atau arah bisnis dapat mengalihkan perhatian dari implementasi DFMA.Menjaga komunikasi yang terbuka dengan tim manajemen dan terus mengadvokasi manfaat DFMA bisa menjadi salah satu solusi. Menghubungkan DFMA dengan tujuan strategis perusahaan dapat membantu menjaga fokus pada penerapannya.

Keterbatasan Teknologi

Terkadang, keterbatasan teknologi atau peralatan manufaktur dapat membatasi kemampuan untuk menerapkan desain yang sesuai dengan prinsip DFMA. Kita perlu melibatkan tim teknis dan manufaktur dalam proses perancangan sejak awal. Ini penting untuk mengidentifikasi hambatan potensial. Kemudian, kita dapat menemukan solusi yang sesuai.

Perubahan Organisasi

Perubahan dalam struktur organisasi atau tim dapat mempengaruhi kemampuan untuk konsisten menerapkan DFMA. Kita harus menyertakan aspek DFMA dalam proses onboarding untuk anggota tim baru. Kita juga harus memastikan kontinuitas dalam pendekatan DFMA meskipun ada perubahan organisasi.

Dalam mengatasi resistansi terhadap DFMA, komunikasi terbuka, kolaborasi tim, dan pendekatan yang terstruktur dapat membantu mengatasi tantangan ini. Mengedukasi tim tentang manfaat DFMA adalah langkah awal. Membangun pemahaman bersama menjadi langkah berikutnya. Menghormati kontribusi setiap anggota tim adalah kunci. Pendekatan ini dapat membantu menciptakan lingkungan yang mendukung penerapan DFMA secara efektif.

D. Kesimpulan

Design For Manufacturing and Assembly (DFMA) adalah sebuah pendekatan dalam proses perancangan produk. Ini berfokus pada kemudahan manufaktur, perakitan, dan pengurangan biaya produksi. Artikel ini menguraikan prinsip dasar DFMA dan bagaimana menerapkannya dalam perancangan produk.

DFMA memiliki dua komponen utama: Design for Manufacturing (DFM) dan Design for Assembly (DFA). Design For Manufacturing berfokus pada pemilihan proses manufaktur yang efisien, pemilihan material yang tepat, serta memperhatikan standar dan regulasi produk. Sementara itu, Design For Assembly mengedepankan perancangan produk agar mudah diakses dan dipasang. Jumlah komponen harus diminimalkan. Dengan demikian, waktu dan biaya perakitan dapat dikurangi.

Langkah-langkah penerapan DFMA, mulai dari identifikasi kriteria dan tujuan, analisis produk, identifikasi potensi masalah, hingga implementasi perubahan desain. Penerapan DFMA membutuhkan kolaborasi erat antara tim desain, manufaktur, dan departemen terkait lainnya. Namun, ada beberapa potensi tantangan dalam menerapkan DFMA, seperti keterbatasan sumber daya, resistensi terhadap perubahan, dan kurangnya pemahaman tentang manfaatnya. Kesadaran, komunikasi terbuka, edukasi tim, dan fokus pada manfaat yang dihasilkan dari DFMA dapat membantu mengatasi tantangan tersebut.

Penerapan DFMA dapat membantu perusahaan menghasilkan produk dengan biaya produksi lebih rendah. Ini memungkinkan waktu produksi lebih cepat. Selain itu, kualitas produk menjadi lebih baik. Dengan mengikuti prinsip-prinsip DFM dan DFA, perusahaan dapat mencapai efisiensi produksi yang lebih tinggi. Ini meningkatkan kepuasan pelanggan dan memperkuat daya saing di pasar.

Referensi

1. Ulrich, K, “Product Design And Development: 5th Edition”, McGraw-Hill Education, 2011
2. Boothroyd, G., Dewhurst, P., Knight, W., “Product Design for Manufacture and Assembly, 3nd Edition”, CRC Press, New York, 2011
3. Chang, Guanghsu A., Peterson, William R., “ Using Design For Assembly Methodology To Improve Product Development and Design Learning at MSU”, American Society for Engineering Education, 2012
4. Kurowski, Paul M., Knopf, George K., “Educating Engineers about Product Design Methodology”, https://www.researchgate.net/publication/252218737_Educating_Engineers_about_Product_Design_Methodology
5. https://www.rose-hulman.edu/~stienstr/ME470/DFA.ppt
6. Chowdary, Boppana V. Harris, Azizi, “Integration of DFMA and DFE for Development of a Product Concept: A Case Study”, Seventh LACCEI Latin American and Caribbean Conference for Engineering and Technology, 2009
7. Rosnani Ginting, Amir Yazid Ali, “ TRIZ or DFMA Combined With QFD as Product Design Methodology: A Review “, Pertanika J. Sci. & Technol. 24 (1): 1 – 25 (2016)
8. Jahangir Yadollhi Farsi, Noraddin Hakiminezhad, “The integration of QFD Technique, Value Engineering and Design for Manufacture and Assembly (DFMA) during the Product Design Stage”, Advances in Environmental Biology, 6(7): 2096-2104, 2012, ISSN 1995-0756
9. Prakash, Wankhede Nitesh, Sridhar, V. G., Annamalai, K., “New Product Development By DFMA And Rapid Prototyping”, ARPN Journal of Engineering and Applied Sciences, VOL. 9, no. 3, March 2014
10. R. Z. Surya et al., “Aplikasi Ergonomic Function Deployment (EFD) Pada Redesign Alat Parut Kelapa Untuk Ibu Rumah Tangga”, JOSI – Vol. 13 No. 2 Oktober 2014 – Hal 771-779
11. Charles Anson et al, “Desain dan pembuatan alat penggiling daging dengan quality function deployment”, Jurnal Teknik Industri Vol. 8, No. 2, Desember 2006: 106-113, http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=IND
12. Denny Nurkertamanda, Fauziyati Tri Wulandari, “Analisa Moda dan Efek Kegagalan (Failure Mode And Effects Analysis / FMEA) Pada Produk Kursi Lipat Chitose Yamato HAA”, J@TI Undip, Vol IV, No 1, Januari 2009

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *